Angkat Isu Autisme, Farisya Mahasiswa FTV Widyatama, Raih Penulis Naskah Terbaik Festival Film Pendek TVRI Jabar 2023

BANDUNG, PRODI.FILM.WIDYATAMA.AC.ID – Halo sahabat FTV, Nama Farisya Salsabila Azzahra (22) menjadi salah satu yang disebut pembawa acara pada malam anugerah Festival Film Pendek TVRI Jawa Barat 2023 yang berlangsung secara live di Studio 1 TVRI Jawa Barat Cibaduyut Bandung pada  Jumat malam (7/7/2023). Pada malam itu, Icha demikian panggilan akrabnya, disebut namanya karena berhasil menjadi peraih penghargaan sebagai Penulis Naskah Terbaik untuk film pendek yang berjudul “Self”.  Atas prestasinya itu, Farisya berhak mendapat hadiah uang senilai 2,5 juta rupiah dari manajemen TVRI Jawa Barat.

Mahasiswa FTV Farisya Raih Penghargaan Festival Film Pendek TVRI Jawa Barat 2023

Ide Cerita Film “Self”

Farisya adalah mahasiswa Prodi D4 Produksi Film & Televisi FISIP Universitas Widyatama semester enam yang juga mahasiswa angkatan pertama. Ia mengisahkan bagaimana  ia dan temannya memiliki ide awal memproduksi film berjudul “Self”. Icha mengisahkan, ia dan Bowo sang sutradara, memiliki ketertarikan yang sama tentang banyaknya kisah perundungan terhadap anak berkebutuhan khusus seperti autis. Icha mengatakan, perundungan  sering terjadi di kehidupan sehari – hari, bisa dimana saja, dan korbannya pun bisa siapa saja. “Jadi memang awalnya dari pengalaman pribadi. Dulu waktu kecil (TK), saya punya seorang teman ABK : Autism Spectrum Disorder (ASD) yang sekolah di TK umum”, uangkap Farisya. Lebih lanjut Farisya mengisahkan, temannya itu selalu bersama ibunya, dan biasanya dia asyik main sendiri. “Nah setelah itu, saya cerita pengalaman ini ke Bowo sutradara sekaligus produser, ternyata dia juga punya cerita yang serupa”, jelas Farisya. Jadi ungkap Farisya, Bowo ini punya teman SMP (ABK) yang juga sekolah di sekolah umum, pada saat itu selain mengamati anaknya, dia juga sering mengamati orang tua yang punya anak berkebutuhan khusus, bagaimana dilemanya orang tua, bagaimana perjuangan orang tuanya, keluarganya, untuk berjuang mendapatkan penerimaan di masyarakat. “Begitu pun dengan anaknya, bagaimana caranya beradaptasi dengan orang – orang di sekitar. Nah berbekal dari pengalaman kita inilah, akhirnya udah yuk kita coba buat cerita yang selain bisa dinikmati, tapi juga punya pesan di dalamnya yang bisa disampaikan ke banyak orang”, jelas Farisya.

Dari Ide jadi Film

Lebih lanjut Farisya mengemukakan, persoalan perlakuaan terhadap anak autis dan kasus perundungan di sekolah, masih sering. Dari keprihatinannya itu, sebagai anak muda dan  sineas muda, Farisya mengaku memiliki sederet pertanyaan kritis seperti misalnya Mengapa  saat ini masih banyak isu perundungan ? Mengapa di berbagai film, isu perundungan justru  diromantisasi? Atau misalnya mengapa isu – isu yang masih tabu dan sensitif, tidak dicoba diangkat ke dalam film?” Dari berbagai pertanyaan itulah menurut Farisya, akhirnya memunculkan keinginan kuat untuk membuat film yang bisa menyentuh hati banyak orang, sekaligus memiliki dampak dan makna di dalamnya.

Film ini “Self” sendiri menurut Farisya,  terinspirasi dari kata autisme. “Autisme itu diambil dari kata autos yang artinya diri sendiri. Itulah kenapa kita akhirnya ambil judul Self”, jelas Farisya.

Kisah Pembuatan Film “Self” yang berdurasi 7.46 menit

Farisya lebih lanjut menceritakan, ia menemukan sejumlah hal yang menarik saat memproduksi film. Pada awalnya ungkap Farisya, ia merencanakan membuat film untuk tugas Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Videografi. “Pada saat itu, dosen FTV Bang Dul memberi kami tugas memproduksi film pendek dengan format tanpa dialog”, ungkap Farisya. Lebih lanjut Farisya mengisahkan, ia beberapa kali diskusi dengan sutradara dan produser, dan melakukan revisi naskah hingga delapan kali. Icha juga mengemukakan, ia dan timnya melakukan beberapa riset, misalnya anak dengan gangguan Autism Spectrum Disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repetitif  atau berulang-ulang. Selain itu ungkap Farisya, anak berkebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok dengan gangguan penglihatan, pendengaran dan bicara, kecerdasan, anggota gerak, perilaku dan emosi, belajar spesifik, lamban belajar dan autis. Menurut Farisya, ABK memiliki 2 tipe, yaitu tipe yang bersifat sementara (temporer) dan tipe yang bersifat menetap atau permanen. Untuk tipe semetara ungkap Icha, penderita  mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kekerasan, trauma atau masalah pengasuhan. Sedangkan untuk tipe menetap menurut Farisya. Penderita cenderung mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku.

Dari sederet riset yang dilakukan jelas Farisya, ia dan tim akhirnya memutuskan membuat cerita dengan tokoh bernama Abimanyu Aksa, seorang penderita Autism. “Kita langsung membuat rumah produksi “Meramu Film Production”, dan waktu itu produksian selama 3 hari, dan kita hanya punya delapan hingga 10 orang kru dan hanya berbekal budget patungan. Mulai dari sewa alat, konsumsi talen, property dll. Sampai akhirnya kita produksi dengan lighting yang seminim mungkin dan Alhamdulillah film bisa terselesaikan tepat waktu”, jelas Farisya. Pertama kali film ini di screening menurut Farisya yaitu di acara “Tirai Prodi Film Bandung (Cinnecussion Movie Exhibition KMTF ISBI Bandung) pada 17 Oktober 2022, yang waktu itu berlokasi di Universitas Pasundan (UNPAS)

Pesan Film & Generasi Muda

Pada dasarnya film “Self” menurut Farisya, memiliki pesan moral yang kuat bagi masyarakat dan generasi muda untuk ikut berempati pada kelompok masyarakat berkebutuhan khusus seperti autisme. Namun bagi Farisya, pengalaman memproduksi film “Self”, menjadi cara terbaik untuk menjalani masa remaja yang penuh gejolak. Ia mengaku sangat peduli dengan isu – isu sosial maupun persoalan anak muda, yang ia wujudkan dalam bentuk karya film. Yang pasti, Farisya merasa berbahagia atas anugerah penghargaan yang ia dapatkan dari Festival Film Pendek TVRI Jawa Barat 2023, dan prestasinya itu ia persembahkan untuk orangtuanya, tim produksi, para dosen dan tentu saja bagi kampus tercinta Universitas Widyatama. Dengan prestasinya itu, Farisya Salsabila Azzahra yang memiliki IPK 3.95 juga tercatat sebagai mahasiswa paling banyak memiliki prestasi di Prodi FTV FISIP Widyatama, dimana pada tahun ini juga ia berhasil meraih  juara pertama mahasiswa berprestasi di tingkat universitas untuk kategori vokasi dan menjadi finalis Pilmapres 2023 di tingkat regional.  ***redaksi FTV